Sekarang impian duniamu apa? Menjadi penulis, menjadi seorang cerpenis, menjadi seorang konsultan dunia kepenulisan, bercita-cita memiliki sekolah kepenulisan, atau menjadi konsultan perusahaan, sehingga orang lain bisa terhipnotis dengan tulisannmu.
Semuanya terserah anda.
Hanya saja, tetap harus dikembalikan dengan aturan baku yang sudah saya singgung
dalam tulisan sebelumnya. Ingat menulis itu harus menginspirasi dan memberi sesuatu
yang bermanfaat kepada orang lain. Poin ini jangan pernah anda lupakan bila
memang menulis ingin menyulap hidup anda menjadi lebih bergizi.
Pelajar Bisa Jago Cepen
dan Novel
Banyak pelajar di negeri
ini yang memiliki potensi dan sudah menjadi penulis, meskipun untuk kalangan
mereka sendiri. Dan memang, harus saya katakan menulis sejak dini memang sangat
ajaib. Tidak akan ada perlawanan dunia manapun, pasti akan pasrah dan menyerah
bila menulis sudah diuji sejak berada dibangku pendidikan.
Untuk para pelajar masih
banyak memiliki impian. Dan impian itu bisa menjadi tulang punggung
kehidupannya kelak. Sayangnya, dewasa ini tidak ada sekolah yang bisa
memberikan peluang kepada anak didiknya untuk menjadi seorang penulis, selain
siswa itu sendiri yang terpanggil dengan hati nuraninya.
Pemberontakan
nilai-nilai kemapanan, curahan hati yang tulus dan murni dari seorang pelajar
bisa jadi merubah dunia. Sungguh luar biasa dan berbahagialah para pelajar yang
memiliki kemampuan menulis, dan bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada
orang lain.
Syarat utama bagi
pelajar dalam menulis adalah, jangan terpaku dengan aturan-aturan baku
kepenulisan. Tulisan yang natural dan apa adanya, saya kira akan menjadi esai
yang menggairahkan bagi penulisnya maupun bagi orang yang membacanya.
Misalkan, ketika ada
seorang pelajar yang menceritakan bagaimana seorang gurunya yang galak saat
mengajar di sekolah, kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan, saya yakin
seluruh guru yang membaca cerita itu akan ikut merasakan apa yang dialami oleh
siswa tersebut.
Atau mungkin, ketika
seorang guru pilih kasih dengan anak didiknya, akan menjadikan pelajaran
berharga bagi guru yang lain. Atau menceritakan bagaimana kehidupan guru-guru
ketika berada dalam lingkungan belajar mengajar, saya kira akan menjadi
inspirasi bagi guru-guru yang ada di Indonesia.
Banyak kejadian yang
menurut saya sangat unik di sekolah, dan bisa menjadi sumber tulisan. Pergaulan
mereka yang sudah sangat matang atau dipaksa matang dengan sendirinya menuju etafe
dewasa bisa menjadi bahan tulisan. Karakter pertemanan, percintaan, dan
hubungan sosial antarpelajar bisa diceritakan menjadi sebuah etalase kisah
menggairahkan. Sangat cocok para pelajar ini menjadi seorang cerpenis atau
novelis.
Pers Kampus Bisa Lahirkan
Penulis Hebat
Mahasiswa sejauh yang
aku tahu, adalah masa perubahan atau masa dimana tengah mengalami siklus yang
sangat bagus untuk menjadi seorang penulis. Selama ini, mahasiswa yang
terekspos media, hanya mahasiswa yang jago dibidang eksak saja. Misalkan
merakit mobil, juara olimpiade atau mahasiswa yang hebat dalam karya ilmiah.
Belum pernah aku baca,
sebuah buku karangan mahasiswa. Nah, mengapa ini bisa terjadi? Aku tidak
menganalisis mengapa itu bisa terjadi. Namun, menurut pengalaman saya sebagai
mahasiswa dulu, setidaknya ada empat faktor mengapa mahasiswa enggan atau tidak
terinspirasi ditengah kekayaan intelektual mereka untuk menulis buku. Pertama,
pergaulan mahasiwa lebih mengutamakan gengsi bukan karya, sehingga kuliah hanya
sebatas mengikuti perkuliahan regular dan tidak memilili aktivitas lain atau
organisasi yang bisa memupuk intelektualnya lebih teruji.Kedua, kuliah adalah
kegiatan tatap muka dan yang penting nilai, sementara penggalian potensi diri
hanyut dalam pergaulan kampus yang terkadang tidak seluruhnya membangkitkan
gairah intelektual untuk maju.
Ketiga, mahasiswa kebanyakan tinggal di
kos-kosan. Kita tahu sendiri, model kos-kosan lebih banyak hidup dalam
pergaulan dirinya sendiri. Jarang mahasiswa yang ngekos terlibat gaul dengan
kehidupan sosial masyarakat sekitarnya, sehingga tidak menemukan gejala-gejala
sosial yang bisa dianalisis atau menjadi bahan pemikiran yang mengentakan
dirinya bangkit dan dituangkan dalam sebuah tulisan. Keempat, hanya mahasiswa
yang aktif di organisasi saja, yang biasanya hasrat menulisnya tumbuh, meskipun
perkembangan untuk sampai membuat buku jarang terjadi.
Disini juga, peran pers
kampus terkadang mati suri. Mahasiswa aktivis pers kampus, lebih banyak
mendapatkan job pekerjaan sebagai wartawan, tapi tidak memiliki karya tulisan
sebuah buku. Padahal, aktivis pers kampus sudah teruji dalam menganalisis. Pers
kampus adalah embrio melahirkan penulis-penulis hebat masa depan. Namun,
nyatanya, banyak teman-teman saya pers kampus, karena faktor x lainnya juga,
banyak yang menganggur tidak memiliki pekerjaan.
Wartawan Juga Bisa Buat
Buku
SAYA
sebelumnya berprofesi
sebagai wartawan. Namun karena ada benturan keras, saya pun memilih menulis di
blog. Wartawan bukan menulis bukan apa yang ia rasakan atau apa yang bisa ia
curahkan. Kerja wartawan sudah di atur oleh undang-undang pers. Tidak boleh
meraba, tapi sesuai fakta. Tidak boleh berimajinasi tetapi dengan sumber yang pasti.
Bahkan, saya terkadang
tertawa sendiri, ada teman saya, yang kualifikasi keilmuwan sarjana hukum
menjadi wartawan olahraga, atau sarjana ekonomi menjadi wartawan kriminal.
Pokoknya masih banyak jungkir balik potensi untuk mengeksplorasi tulisan sesuai
dengan bidang yang digeluti mereka. Mereka pun tidak bisa menolak, karena
terbentur dengan aturan perusahaan yang terkadang memenjara si wartawan itu
sendiri. Apalagi wartawan di daerah. Hanya perusahaan pers besarlah yang sudah
menempatkan wartawan sesuai dengan basis keilmuwan.
Ini adalah gejala yang
sudah menjadi rahasia umum. Seorang wartawan bukanlah penulis, melainkan
mewartakan apa yang ia lihat atau menurut sumber yang bisa dipercaya. Kendati
demikian, wartawan pun tetap saja terkadang harus menutupi kebenaran. Misalkan
begini, saya memiliki pengalaman, suatu ketika sebuah institusi hukum itu
kebobolan karena seorang tahanan melarikan diri. Eh ternyata, sang kasat
menyuruhku dan rekan lainnya, untuk tidak memberitakan itu. Padahal itu jelas
harus diberitakan. Namun ia tetap memaksa untuk tidak menuliskan itu.
Nah, benturan ini adalah
salah satu penjara sebenarnya. Artinya apa, disisi lain wartawan juga tulisannya
lagi-lagi harus terpenjara oleh sumbernya sendiri. Sehingga mereka tidak akan
pernah merdeka, selain menulis sebagai rutinitas. Tak kurang tak lebih.
Kendati demikian, bukan berarti
wartawan tidak bisa menjadi seorang penulis. Misalkan seorang wartawan kriminal
bisa menceritakan cerita dibalik sebuah kejadian kemudian seluruh berita itu selama
satu tahun misalkan di dokumentasikan dengan sempurna. Dari berbagai kasus itu,
bisa diteliti apa latarbelakangnya sehingga si tersangka melakukan itu. Si
Wartawan bisa melihat latar belakang keluarganya dan meminta mereka testimon.
Kemudian, secara sosial bagaimana pergaulan tersangka. Nah, ini akan menjadi
ensiklopedia penegakan hukum, dan gejala-gejala sosial di tempat ia
bekerja.
Kemudian wartawan
ekonomi, bisa menyeleksi tulisan menarik soal ekonomi dalam konteks
pembangunan. Bagaimana geliat pembangunan ekonomi pemerintah daerah, dan
konteks pengangguran masyarakat. Apakah ada hubungan antara pembangunan ekonomi
di daerah sejalan dengan berkurangnya pengangguran di daerah tersebut. Buatlah
statistik atau analisa, melalui pakar-pakar ekonomi untuk melihat persoalan
tersebut. Saya kira, tulisan tersebut akan menarik dan bisa menjadi masukan
kepada pemerintah daerah, yang selama ini mengukur kemajuan hanya berdasarkan
statistic saja.
Bila tulisan seorang
wartawan terdokumentasi dengan baik, kemudian direview kembali dan didaur ulang
menjadi cerita yang menggairahkan, menginspirasi dan memberikan manfaat kepada
orang lain, saya kira bisa menjadi buku yang luar biasa. Sebab satu hal
keunggulan wartawan ketika menulis adalah, temuan wartawan adalah temuan
objektif. Beda dengan novelis atau cerpenis yang lebih mengutamakan alam
khayali yang dikemas seolah menjadi nyata dan benar wujudnya ada.
Wartawan sekaligus
penulis itu langka.Tetapi kalau wartawan itu menulis iya. Sebab memang itulah
pekerjaan mereka. Beda sekali defenisi antara seorang penulis dengan hanya
menulis saja. Hemat saya seorang penulis adalah daya hentak dan objek
tulisannya memberikan gairah baru ditengah kelelahan objek tulisan. Beda dengan
wartawan menulis, sudah ada aturannya 5W 1H.