JIWA-jiwa yang terus
mencari cara dan mencari-cari ide adalah jiwa-jiwa yang kelak akan memiliki
jiwa yang tahan banting dan kuat. Jiwa yang kokoh dari seorang penulis adalah
betah dengan berbakti atas idenya, kreativitasnya, bukan dengan yang lain.
Mencari jiwa adalah mencari
intisari hidup. Keretakan sebuah kehidupan, tidak akan bisa disambungkan
kembali hanya dengan mempertemukan dua sisi yang bertikai, tanpa memahami
jiwa-jiwanya masing. Seperti itulah juga, para belia yang ingin menulis. Biarlah perttikaian ide itu, terus berlangsung
dan jadikanlah pertikaian itu jiwamu dalam menulis. Pertikaian gagasan itulah,
yang akan menjadi warna tulisanmu. Bisa lebih dinamis, lebih heroik, lebih
bergizi dan padat karya. Padat isinya dan karyanya padat dengan isi yang
menyemaikan pertaruhan masa depan yang diharapkan bisa lebih kekal.
Jiwa muda, selalu
menghadirkan pemberontakan. Kadang pecah semua jendela dan pintu hati, sampai
tak mudah untuk menghadirkan kembali kenyamanan diruang hati yang menjadi
sumber inspirasi itu. Hati adalah perpustakaan yang hidup bagi seorang penulis.
Hati adalah update informasi yang setiap detik mengirimkan pesan mengirimkan
inbox kedalam hati sang penulis untuk terus melanjutkan tulisan, berhenti
sejenak, atau terus tiada henti sampai proses kepenulisan selesai.
Siapa sekarang yang bisa
menjaga pintu hati itu, selain para belia sendiri yang menjaganya 24 jam tanpa
kecolongan sedikitpun. Hati yang sudah terbiasa berdialektika, berdialog dan
menghadirkan kesunyian akan melahirkan karya yang hening dan khusyu. Hati yang
sudah terbiasa berdialod dengan berbagai macam impian dan heroisititas, akan
memunculkan karya yang heroik dan memicu adrenalin dalam karyanya.
Persoalan sekarang,
ketika jiwamu hadir, berdialog apakah hati itu denganmu. Jangan biarkan hati
itu kering, sementara pikiranmu setiap hari berjalan 24 jam tanpa henti.
Sesekali perlu relaksasi. Keutuhan membaca diri, sekali lagi, adalah peluang
memperolah apa yang dicari bisa didapat lebih cepat.
Pencarian jiwa dengan
menghadirkan hati yang matang, ibarat masakan seorang koky yang sudah pandai
meracik menu, kendati harus banyak menu yang dihidangkan. Seorang penulis yang
sudah terbiasa jiwanya meracik kata dan mencari ide, akan melahirkan karya yang
sama enaknya, kendatipun dengan peralatan yang berbeda-beda.
Mencari jiwa dalam
menulis, adalah menghadirkan kejujuran intuiti, untuk sebuah kepastian konsep
yang akan dituangkan dalam sebuah tulisan. Barangkali, apa yang aku maksudkan
masih belum bisa dicerna dengan matang, karena bahasaku menulis memang apa
adanya sesuai dengan gagasan yang mengalir.
Namun, ketika para belia
mampu menghadirkan hati dengan sakral, maka pintu kesucian tulisan akan datang
tanpa diundang. Setiap hari penuh sesak dengan gagasan untuk menulis. Bahkan,
hebatnya ketika jiwa sudah hadir untuk menulis, sampai ada di WC pun gagasan
itu mengalir terus tak bisa dibendung.
Yakinlah, tulisan yang
original keluar dari hati nuraninya, itulah keunggulan tulisan anda. Aku juga
kadang bingung, mengapa aku harus menuliskan ini dengan cara bahasa yang
mungkin tidak dimengerti langsung oleh pembaca. Tapi aku tak kuasa membendung,
inilah yang harus aku tulis apa adanya. Pikiranku hanya mengedit agar tulisan
ini enak dibaca tanpa menghilangkan sedikitpun buah karya hati dan jiwa yang sebenarnya.
Dari ketiga tulisan yang
aku buat, aku sebenarnya ingin mengajak kepada pembaca blog ini, bahwa untuk
menjadi seorang penulis, apalagi bagi yang muda adalah berani mencari, berani
mencari cara, dan berani menghadirkan jiwa, sehingga menghadirkan tulisan yang
berharga. Kalaupun tulisanmu kelak menghasilkan uang seperti mereka, maka itu
adalah penghargaan duniamu yang layak diperoleh. Tapi ingat pula, penghargaan
dunia tak lama dituai dan jangan membuat lama terbuai. Itu hanya sebentar. Tapi
bagaimana membuat tulisan baik buku ilmiah, fiksi, novel, cerpen maupun yang
lainnya, bisa menjadi bacaan generasi beberapa tahun kedepan.
0 komentar:
Posting Komentar